Sejak zaman dahulu kita sangat akrab dengan tulisan-tulisan yang berbau sejarah yang diproduksi oleh penulis istana yang direpresentasikan oleh mpu-mpu dan pujangga-pujangga keraton yang banyak menulis atau mengeluarkan prasasti, piagam, dan lain sebagainya. Informasi yang mereka buat tentu saja bermaksud mengagung-agungkan dan menguntungkan petinggi mereka masing-masing, dan jelas mengandung bumbu-bumbu hegemoni. Informasi tersebut menjelma menjadi tesis dan dianggap benar oleh sebagian pihak, namun di sisi lain ada pihak yang terpinggirkan sehingga memaksa mereka membuat informasi lain yang dapat disebut antitesis. Kiranya begitulah dunia intelektual yang senantiasa berjalan secara dialektis. Pertarungan wacana sepertinya memang tidak ditakdirkan untuk selesai, karena toh—menurut nasihat Hegel—ilmu pengetahuan itu hanyalah suatu media untuk membantu kita meraba yang absolut, sejarah yang an sich.
Buku ini membahas politik sejarah era Orde Baru dengan menyuguhkan konstruksi-konstruksi wacana sejarah yang melahirkan suatu sejarah resmi versi Orde Baru dengan konsep Jawa-sentris yang kental, sehingga menyingkirkan pihak-pihak lain (baca: non-Jawa). Buku ini juga berusaha menjelaskan sebuah “sejarah dalam penantian” (history in waiting), sebuah pandangan tandingan (counterview) terhadap sejarah resmi versi Orde Baru. Pandangan tandingan atas sejarah resmi versi Orde Baru tersebut menyangkut peran Islam, PKI, hingga Sriwijaya dalam sejarah Indonesia modern. Dr. Asvi Warman Adam dalam “epilog”nya di buku ini juga menjelaskan usaha-usaha politik sejarah yang dilakukan oleh penguasa pasca-Orde Baru.
Dari judul buku ini jelas bermaksud untuk menguak sejarah resmi Indonesia versi Orde Baru dan para penentangnya. Semoga buku ini mencerdaskan. Selamat membaca.
Reviews
There are no reviews yet.