Pada 1873, Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan pernyataan perang terhadap Kerajaan Aceh. Agresi Belanda ini dihadapi Aceh dengan manifestasi kolektif melalui bentuk perlawanan bersenjata yang menjadi perang terlama dalam sejarah kolonial Belanda di Indonesia. Agresi ini pun ternyata juga menimbulkan ketegangan dalam masyarakat Aceh. Hal ini tercermin dari surat-surat para pemimpin Aceh. Cara mengatasi konflik internal itu pun ditempuh dengan melawan musuh yang merusak sendi-sendi agama Islam. Dengan alasan tersebut, masyarakat Aceh menjadikan unsur “perang sabil” sebagai basis ideologi dan dijadikan sebagai salah satu faktor yang menentukan dalam perlawanan terhadap Belanda.
Dengan melihat fenomena sejarah tersebut, buku ini mencoba melihat faktor yang terjalin dalam proses perlawanan Aceh dalam menghadapi Belanda sehingga memakan waktu yang relatif lama.
Sejarah perang, pertempuran, dan kebijakan militer dan politik di Aceh telah cukup banyak ditulis. Latar belakang persaingan politik-ekonomi yang menimbulkan perang ini dan kelemahan struktur Kesultanan Aceh dalam menghadapi ujian dari luar bukanlah hal-hal yang terlalu asing bagi mereka yang mempelajari sejarah. Akan tetapi, pertanyaan yang selalu mendesak ialah di manakah sumber kekuatan Aceh sehingga bisa bertahan demi¬kian lama, bahkan hampir tanpa henti? Inilah masalah pokok yang menjadi pertanyaan Teuku Ibrahim Alfian dalam menulis buku ini. Apakah yang disebut dengan “perang sabil” itu dalam kesadaran Aceh? Bagaimanakah para ulama membina semangat perang sa¬bil dan menjadikannya sebagai bagian dari kesadaran Aceh? Ber¬bagai contoh dari karya sastra keagamaan yang diciptakan selama perang dan tulisan-tulisan para ulama dibicarakan dengan menarik dalam buku ini.
Prof. Dr. Taufik Abdullah
Reviews
There are no reviews yet.